Jam atau selai adalah makanan yang mirip dengan jeli.
Menurut Carmencita Tjahjadi (2008b), jeli adalah makanan semi-padat yang
terdiri dari 45 bagian gula dan 55 bagian saribuah jernih, yang dikentalkan
hingga 65% padatan terlarut, padanya dapat ditambahkan pewarna makanan.
Prinsip
pembuatan selai adalah fregnasi yaitu perembesan larutan gula secara perlahan
ke dalam jaringan buah dan sayur. Adapun menurut Carmencita Tjahjadi (2008b),
prinsip pengawetan selai yaitu produk-produk dengan kadar gula tinggi memiliki
Aw rendah. Pengawetan dapat tercapai dengan pemanasan ringan apabila
produk mengandung kadar padatan melebihi 65% dan bersifat masam, atau bila
produk mengandung kadar padatan melebihi 70% tidak usah bersifat masam.
Pembuatan
jam dan jeli adalah suatu cara pengawetan buah-buahan yang populer, dan
produknya banyak diminati karena selain dapat digunakan untuk makan roti juga
dapat dipakai pada pembuatan kue, kue kering, pudding, es krim, agar dan
sebagainya. Jam dan jeli bersifat awet karena kandungan gulanya yang tinggi,
yaitu di atas 65% kadar padatan total dan sifatnya asam. Untuk produk yang
tidak asam baru dapat awet bila kadar gulanya mencapai 70%.
Jam/jeli
adalah produk yang dibuat dari sari buah/bubur buah dan terdiri dari sedikitnya
45 bagian berat gula yang kemudian dikentalkan hingga sedikitnya mencapai 65%
kadar padatan. Jam/jeli yang baik harus jernih, berwarna cerah, memiliki
cita-rasa khas dari buahnya, teksturnya tidak terlalu keras sehingga sulit
dioleskan tetapi juga tidak terlalu encer hingga mengalir. Pada jeli selain
sifat tersebut, juga harus memiliki sifat jernih. Disamping itu bila disimpan
di ruangan yang sejuk, gelap dan kering kedua produk harus tahan lama.
Pembuatan
jam atau selai dapat dimulai dengan mempersiapkan buah yang memiliki kualitas
yang baik. Sifat buah yang baik akan memperngaruhi produk selai yang
dihasilkan. Sifat-sifat buah dipengaruhi oleh kultivar, iklim, cara bercocok tanam,
dan sebagainya. Buah yang akan digunakan dalam pembuatan selai ini yaitu buah
strawberry yang kemudian ditrimming dan dicuci hingga bersih.
Kemudian
strawberry tersebut dihancurkan dengan menggunakan blender dan penambahan air 2
kali lebih banyak dibandingkan dengan berat buah itu sendiri atau dengan kata
lain rasio buah strawberry dan air adalah 1:2. Kemudian puree yang dihasilkan
diuji kadar pektin dan pH-nya. Kadar pektin pada puree buah strawberry dapat
diuji dengan menggunakan uji alkohol, sedangkan kadar pH puree buah strawberry
dapat diuji dengan menggunakan pH meter atau pH indikator universal.
Puree
buah strawberry yang dapat digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan selai
adalah puree yang memiliki kadar pektin tinggi. Kadar pektin yang tinggi dapat
ditandai dengan adanya endapan keras pada setelah uji alkohol. Jika kekurangan
kadar pektin, maka dapat ditambahkan wortel atau pektin komersil.
Sedangkan
pH yang baik dalam pembuatan selai yaitu pH 3,2-3,3 untuk mencapai pH yang
optimum pada saat penjendalan. Jika pH belum mencapai titik optimum, maka dapat
ditambahkan asam sitrat ataupun sari jeruk nipis. Asam diperlukan untuk rasa
dan penjendalan. Penjendalan dapat berlangsung antara pH 2,5 - 3,4, tetapi pH
optimum biasanya berkisar antara pH 3,2 - 3,3. Pada pH diluar kisaran pH
tersebut di atas tidak terjadi penjendalan, sedangkan di luar batas-batas pH
optimum, gel yang terbentuk memperlihatkan gejala sineresis (Carmencita
Tjahjadi, 2008).
Setelah
pH dan kadar pektin yang diharapkan telah tersedia, maka dapat mencampurkan
puree buah strawberry dengan gula pasir sebanyak 50-65% dari total berat
campuran puree buah strawberry. Gula berfungsi sebagai bahan yang membantu
pembentukkan jaringan pektin dalam jam. Untuk pembentukkan jaringan pektin
tersebut dibutuhkan adanya gula dan asam. Selain itu, gula berperan sebagai
pemanis, pengawet dan bahan yang memperkuat cita rasa.
Jumlah
gula yang diperlukan dipengaruhi oleh keasaman dan kandungan pektin buah. Untuk
buah yang kadar pektinnya sedang, jumlah gula dapat sedikit dikurangi.
Sedangkan untuk jenis buah dengan kadar pektin rendah disarankan menambahkan
bubuk pektin komersial. Pada umumnya hasil jeli atau jam sampai suatu titik
tertentu meningkat dengan semakin banyaknya gula yang ditambahkan. Bila jumlah
gula ditambah terus maka jeli atau jam yang terbentuk akan menjadi semakin
lunak dan akhirnya bersifat cair (Carmencita Tjahjadi, 2008b).
Setelah
itu, puree buah strawberry yang telah dicampurkan dengan pektin, asam, dan gula
dimasak pada wajan yang terbuka dengan api pemanasan yang sedang. Pemanasan
dapat dilakukan dengan pengadukan secara kontinyu hingga terjadi penjendalan.
Menurut Carmencita Tjahjadi (2008b), pemasakan umumnya hanya memerlukan waktu 3
-20 menit, yaitu apabila penambahan gula dilakukan betul-betul setelah buahnya
lunak. Bila pemasakan campuran gula dan bubur buah terlalu lama maka produk
yang dihasilkan akan memperoleh cita rasa dan warna yang buruk dan kulit buah
akan menjadi kenyal. Setelah itu, selai sudah berupa produk yang siap
dikonsumsi dengan roti ataupun siap dikemas dengan kemasan yang tertutup dan
steril.
Produk
selai strawberry yang dihasilkan memiliki karakteristi sensori yang hampir
mendekati sama dengan produk selai strawberry yang biasa djual dipasaran. Hal
ini menunjukkan bahwa pembuatan selai tidak sulit dilakukan terutama bagi skala
rumah tangga. Warna yang dihasilkan yaitu merah tua yang merata, aromanya wangi
khas selai strawberry, rasa yang dimilikinya yaitu manis asam yang sangat khas
dengan selai strawberry, sedangkan tekstur dari selai itu sendiri lengket
sehingga berpengaruh baik terhadap daya olesnya terhadap roti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar